Saturday, March 28, 2015

ACEH Bag. 1. NEGATIVISME

ACEH
(TRANSPARANSI SEJARAH DAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA GENERASI MUDA ACEH DIMASA DEPAN)

BAGIAN 1
NEGATIVISME
Cukup banyak tulisan tentang Aceh dan masyarakatnya yang ditulis orang, baik oleh orang Aceh sendiri, maupun orang asing, terutama Belanda yang banyak menulis dalam konteks peperangan di Aceh pada masa kolonial Belanda.
Namun kita belum menemukan sebuah tulisan yang membatasi diri pada pencapaian atau pengembangan sumber daya masyarakat Aceh dalam pembangunan secara keseluruhan, bukan hanya terpaku pada bangga diri yang berlebihan tentang betapa heroiknya para pahlawan Aceh selama perang Aceh dimasa Kolonial Belanda, ataupun kebanggaan Aceh sebagai daerah modal dalam perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, tapi kita akan bicara tentang makna yang seharusnya kita petik dari sejarah peperangan yang maha dasyat tersebut.
Bila berbicara tentang Aceh dan masyarakat Aceh saat ini, maka kita akan mendengar berbagai keprihatinan, kepedihan yang mendalam dalam helaan nafas masyarakat Aceh itu sendiri saat mengangkat bicara tentang dirinya, masyarakatnya, Aceh secara keseluruhan.
Sungguh tidak mudah untuk melepaskan diri dari lingkungan negativisme dalam perjalanan menuju pembangunan masyarakat Aceh yang mampu menegakkan citra Aceh sebagai suatu bangsa yang pernah berjaya, dan untuk mencapai kejayaan itu maka segala keragu-raguan harus dilenyapkan dari cita-cita besar.
Untuk itu sangat diperlukan kepercayaan diri sendiri yang merupakan sumber yang harus ditanamkan sebagai tenaga raksasa dalam jiwa generasi muda kita, bahwa sejarah bukan hanya sebagai kenangan masa lalu yang cukup untuk dibangga-banggakan saja, tetapi sesuatu yang agung yang menjadi motor yang harus mereka gunakan untuk berjuang dengan langkah-langkah yang kontruktif bagi kepentingan pembangunan Aceh secara keseluruhan.
Dengan rasa bangga yang berlebihan dan negativisme saja tidaklah mungkin orang menghidupkan pikiran kreatif dan mendorong bergeraknya pembangunan yang akan meluas kesemua sektor kehidupan, sedangkan masa-masa yang telah berlalu ditemukannya banyak orang yang mengatur kebijaksanaan yang baik selalu pula orang salah melangkahkan kakinya, sehingga lahirlah masa jatuh bangun yang kini sedang kita jalani.
Negativisme begitu lama telah melekat dalam jiwa kita masyarakat Aceh, “Aceh Pungo” sebutan yang sangat menghina menurut saya, tapi sering kita ucapkan sendiri untuk menakuti orang agar jangan macam-macam dengan orang Aceh, ini salah satu yang saya masih ingat saat remaja dulu, demikian juga saat kita merantau ke Jakarta atau kota lainnya diluar Aceh, apakah itu lama atau sebentar tidak banyak perbedaannya, maka saat kembali ke Aceh maka “ek leumo hana turi le” begitu sebutannya, karena mereka sudah lupa bahasa Aceh. Hal inilah yang membuat masyarakat Aceh bagai tertinggal dalam pembangunan setelah perjuangan panjang dan dasyat dilaluinya.
Berbicara masa kini, maka kondisinya juga semakin parah, banyak anak Aceh, Ayah dan Ibunya Aceh, tapi karena tinggal di kota Banda Aceh, maka mereka tidak bangga untuk berbahasa Aceh, mereka tidak bisa berbahasa Aceh, dan ironisnya orangtuanya juga ikut bangga dengan “kebodohan” tersebut, betapa tidak disebut “Bodoh”, bahasa adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang diakui dunia, walaupun itu bahasa Aceh, Bahasa Aceh adalah salah satu kekayaan bahasa-bahasa di dunia.
Dengan negativisme yang begitu kental dan kepercayaan diri yang begitu rendah, bagaimana kita akan memulai pembangunan Aceh secara keseluruhan, pembangunan yang akan meningkatkan citra masyarakat Aceh di tengah kacah pembangunan Nasional, dan bagaimana kita akan menghadapi globalisasi dunia yang telah tiba?

“BANGUN”, jangan terus bermimpi dan terus membangga-banggakan pada masa lalu yang tidak akan kembali lagi, BANGUN!!!!

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com