Mungkin semua orang akan bertanya-tanya bagaimana yayasan
ini bisa membiayai kegiatannya sejak tahun 1994 hingga sekarang ini, bila
yayasan ternyata tidak memiliki dana hibah, donatur tetap, mitra tetap dan
suntikan dana abadi.
Sebagaimana saya katakan pada posting saya yang berjudul “MISKIN
KOK PUNYA YAYASAN” maka sebenarnya tidak ada niat apapun juga didiri saya untuk
membuat yayasan saat saya memulai kegiatan membina anak-anak yang saya lihat
berkeluyuran tidak tentu arah setiap pulang sekolah.
Saya mengumpulkan mereka karena kepedulian saya pada
anak-anak yang sangat disayangkan bila menghabiskan waktu mereka dengan kegiatan
yang tidak bermanfaat, sia-sia.
Dan karena saya hobby membaca, saya merasakan bahwa sangat
banyak manfaatnya sehingga saya ingin membaginya dengan anak-anak tersebut,
saya punya modal dasar yaitu koleksi buku dan majalah anak-anak yang saya
simpan baik sejak SD dahulu hingga SMA.
Jadi modal dasar pendirian yayasan ini sebenarnya adalah NIAT
MEMBANTU / KEPEDULIAN saya pada anak-anak serta koleksi BUKU dan Majalah TUA
serta TENAGA DAN PIKIRAN yang saya curahkan untuk membuat mereka mau ikut dalam
kegiatan yang saya adakan.
Awalnya saya mengadakan kegiatan itu dengan memanfaatkan
halaman kantor Camat yang kosong setiap sore hari, kami berkumpulan di halaman
rumput, atau dilapangan volley bila tidak ada yang gunakan dan disana saya
mengajak anak-anak berbincang-bincang tentang diri mereka, cita-cita mereka,
dan saya juga menceritakan tentang tokoh-tokoh dunia, orang-orang yang berjuang
dari miskin sehingga akhirnya menjadi milyuner dan cerita-cerita dunia lainnya
seperti moby dick, tom sawyer, Gubuk Paman TOM dll.
Inilah awal dari Yayasan Pembinaan Kegiatan Generasi Muda
ini, dan selanjutnya kami mendapat bantuan dari PT.Semen Andalas Indonesia yang
merehab gedung peninggalan Kontrolir Belanda untuk pusat kegiatan kami, digedung
ini saya juga merintis berdirinya perpustakaan hingga akhirnya saya terpilih
menjadi Pustakawan Teladan tingkat Provinsi untuk katagori perpustakaan umum.
Bantuan dari PT. Semen Andalas Indonesia hanya berlangsung selama
3 tahun, dan setelah itu kegiatan kami didukung oleh masyarakat sendiri, dimana
orang tua anak binaan kami yang memiliki penghasilan lebih tidak segan-segan
menyumbangkan dana untuk berbagai kegiatan yang kami adakan, disamping itu
kantor-kantor pemerintah juga banyak membantu dalam setiap event yang kami
ikuti.
Bantuan yang saya terima secara rutin adalah honor untuk
saya sebagai pembina dan pengelola Balai Pemuda demikian kami menamai gedung
kontrolir Belanda yang dijadikan pusat kegiatan kami, walaupun bantuan ini
untuk honor saya, namun saya tidak segan membaginya dengan 2 teman lain yang
saya ajak membantu saya karena anak binaan yang semakin banyak sehingga tidak
mampu saya tangani sendiri. Dan dari semua bantuan ini, adakalanya meninggalkan
asset seperti tipe recorder, toa, rebbana, gendang dll dan agar ini tidak memiliki
kepemilikan yang legal maka saya mendirikan yayasan sebagai lembaga legal yang
sah sebagai pemilik asset tersebut.
Disamping bekerja sebagai pengelola Yayasan saya juga
membuka usaha sendiri saat itu, yaitu usaha peternakan ayam petelur kampung,
dimana saat itu harga telur kampung jauh lebih tinggi dari ayam ras karena
digunakan untuk obat dan makanan kesehatan, jadi saya mengembangkan usaha
peternakan ayam kampung petelur insentif dengan sistem baterai. Dan disamping
itu saya juga membuat usaha penetasan telur dan anak ayam hasil tetas saya
jual.
Dari usaha inilah saya juga bisa ikut mensupport operasional
saya dalam mengurus yayasan karena honor saya dari PT. Semen Andalas Indonesia
saat itu hanya sebesar Rp. 300.000,- dan dibagi 3 jadi masing-masing dapat Rp.
100.000,- per bulan, dan dengan dihentikan bantuannya setelah 3 tahun maka
pendapatan saya dari usaha sangat berarti.
Selanjutnya saya bekerja di Fakultas Hukum Muhammadiyah
Aceh, Saya membuka usaha Private Les Komputer, Saya mendirikan CV.Profesional
Group yang bergerak dibidang Jual Beli
Komputer dll dimana sebagian penghasilan saya saya sumbangkan untuk berbagai
kegiatan yayasan.
Tsunami 26 Desember 2004 menghancurkan semua usaha yang
telah saya rintis dengan susah payah tersebut, semua asset dan gedung pusat
kegiatan kami hancur rata dengan tanah, bayak teman, anak binaan
hilang/meninggal akibat musibah tsunami tersebut, termasuk saya kehilangan
kedua orang tua dan rumah tinggal. Saya selamat karena saat itu sedang berada
di tempat usaha private komputer saya di Darussalam, namun harta benda saya
termasuk semua komputer untuk private rusak berat (Tempat usaha saya tersebut
hanya kena imbasan banjir tsunami setinggi +/- 1,5 m sehingga tidak ada korban
jiwa).
Pasca tsunami, setelah bekerja sebagai relawan pada
organisasi besar Muhammadiyah, maka saya memulai kembali kegiatan yayasan saya dari NOL.
Alhamdulillah saat akan memulai kegiatan itu, saya mendapat
kabar bahwa uang proyek pengadaan komputer yang saya masukkan ke 2 rekanan
kantor pemerintah telah keluar, dan dengan uang tersebutlah saya membeli sebuah
Mobil Minibus untuk saya gunakan sebagai Mobil Perpustakaan keliling untuk
membantu anak-anak dibarak-barak pengungsian agar mereka tidak semakin tertekan
karena saat itu orang tua mereka tidak sempat memperhatikan mereka, karena
mereka yang juga dalam kondisi yang sama sibuk mengurus kerabat dan sanak
famili yang juga tertimpa bencana, mereka sibuk mengais-ngais puing-puing rumah
mereka mencari secercah harapan mungkin masih ada harta yang tertinggal.
Upaya saya berjalan baik, banyak NGO Internasional yang ikut
membantu kerjasama program psikososial yang saya lakukan dengan support dana.
Dari dana bantuan NGO Internasional inilah saya menggaji
relawan saya, dan fee jasa kerjasama inilah yang akhirnya saya gunakan untuk
membangun Children Learning Center.
Children Learning Center ini dibangun diatas tanah seluas
1820m2 warisan keluarga saya dan disinilah saya akan memulai kembali pembinaan
anak-anak dan remaja di Leupung dan sekitarnya.
Berbeda dengan masa sebelum tsunami, saat ini kita tidak
bisa lagi menemukan relawan tanpa memberi imbalan apapun, namun akhirnya saya
berhasil juga menemukan relawan yang mau bekerja dengan imbalan hanya
menggantikan biaya transportasi saja.
Saya membuka unit usaha produktif untuk operasional yayasan,
yaitu berupa usaha warung kopi, kelontong dan photocopy/atk, usaha
tersebut awalnya memberikan kontribusi yang berarti bagi yayasan, namun sayang usaha
tersebut rupanya memberi ide bagi masyarakat lain di Leupung untuk membuka
layanan sejenis, yaitu usaha photocopy/atk sehingga pemasukan di usaha yang
saya kembangkan juga berkurang karena pangsa pasar di Leupung kecil. Saya
mengembangkan usaha photostudio untuk melayani kebutuhan cuci cetak pas photo
dan photo dari HP, juga berkembang baik, namun kembali usaha ini ikut
dikembangkan oleh pihak lain, begitu juga saya membuka bimbingan belajar
membaca dan menulis, juga ini diikuti oleh guru-guru lain yang membuka layanan
sejenis dirumahnya.
Kesemuanya ini membuat usaha produktif yayasan yang
dikembangkan dengan modal kecil dan ditiru oleh masyarakat lainnya membuat
kontribusi dana untuk operasional yayasan tidak tercukupi sehingga disimpulkan
untuk mengembangkan usaha yang lebih besar dengan modal yang lebih besar, dan
berdasarkan pemikiran inilah diambil pinjaman bank sebesar Rp. 250 juta, namun
dana ini juga sebagian besar adalah untuk menyelesaikan finishing gedung yang
dimanfaatkan sebagai tempat usaha, diantaranya memasang keramik dan memperbesar
dana listrik.
Setelah berjalan setahun, ternyata perkembangan usaha sangat
tidak memuaskan, bila semuala lancar menutup iuran bank dan memberikan jasa
untuk trainer serta operasional yayasan, maka akibat krisis ekonomi yang
melanda Indonesia dan berdampak langsung pada daya beli masyarakat maka untuk
menutup kewajiban iuran bank saja sebesar Rp. 4.379.000,- per bulan mulai kewalahan, belum
ditambah dengan iuran listrik yang mencapai Rp. 800.000,- per bulan, sehingga
untuk jasa para relawan sejak awal tahun 2015 tidak digunakan lagi mengingat
tidak adanya imbalan jasa sedikitpun yang dapat diberikan kepada mereka.
Akhirnya disinilah kita berada, dalam kondisi GENTING,
diambang kehancuran
0 comments:
Post a Comment